OlehPebriyanto A. Hulinggi
KPMLhulondalo.com Pembahasan mengenai generasi yang katanya hidup serba instan menjadi tantangan besar bagi orang tua saat ini. Argumentasi ini muncul akibat infromasi dan phenomena yang sering muncul di berbagai media, bahkan diskusi pada kegiatan-kegiatan nasional maupun internasional (podcast, pemberitaan, dan artikel ilmiah).
Generasi Z yang lahir antara 1997 sampai tahun 2012, selanjutnya generasi Alfa lahir pada tahun 2013 sampai dengan tahun 2025 dan generasi Beta lahir pada tahun 2025 sampai tahun 2039.
Generasi ini lahir dengan berbagai fasilitas yang sudah ada, apalagi fasilitas saat ini sudah berbasis teknologi canggih, media sosial, dan informasi serba cepat. Akan tetapi hal inilah yang menjadi perosoalan di kalangan orang tua, dimana penuh dengan tantangan dalam mendidik anak.
Adanya kemajuan teknolgi saat ini para generasi menghadapi krisis budaya yang sangat serius dan perlu perhatian bersama, apalagi perhatian dari orang tua dalam mendidik anak agar mampu mengendalikan kondisi yang ada tanpa mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan yang wajib ada pada anak.
Krisis budaya dalam kehidupan sehari-hari pada anak dapat kita tinjau pada beberapa aspek kehidupan sehari-hari, yakni 1) budaya hormat ke orang tua; 2) budaya antri (hal kecil); 3) budaya terimakasih; dan 4) budaya gotong royong (sumber: https://youtu.be/IOYvLJ960-0?feature=shared).
Budaya hormat ke orang tua dimaksud adalah generasi saat ini (Z, Alfa, beta) seringkali lupa untuk mebgharagai apalagai menghromati orang tua, dimana mereka lebih banyak menghabiskan waktu di depan layar (HP/Game) daripada berinteraksi dengan orang tua (yang jauh terasa dekat, yang dekat terasa jauh).
Budaya antri, dimana para generasi ini lebih suka menggunakan teknologi untuk mempercepat proses dari pada mengantri, sehingga emosional control tidak mereka dapatkan yang mengakibatkan mereka cepat marah dan tidak sopan kepada sesama bahkan orang tua sekalipun.
Budaya terimakasih, para generasi tersebut sering lupa menyampaikan terimakasih ke orang lain karena mereka tidak terbiasa dengan hal tersebut, apalagi dengan orang yang sering membantu mereka dalam segala hal. Mereka lebih banyak memfokuskan kebutuhan pribadi daripada kebutuhan sesama/kelompok, sehingga bisa berakibat pada ketidakpedulian mereka pada orang lain.
Budaya gotong royong, generasi yang ada tidak terbiasa dengan sikap gotong royong karena mereka lebih banyak menghabiskan waktu sendiri daripada dengan orang lain, sehingga berakibat pada kehilangan kemampuan mereka bekerjasama dan menjadi tidak peduli dengan kebutuhan orang lain.
Adapun dampak serius yang dihadapi mengenai krisis budaya tersebut adalah ketidakmampuan bekerjasama, tidak peduli dengan orang lain apalagi kebutuhan orang lain, sehingga mereka tidak memiliki hubungan yang harmonis dengan sesama dan bisa jadi jauh dari kebahagiaan.
Adanya tantangan bagi para generasi tersebut salah satunya didikan atau edukasi yang diberikan oleh orang tua terhadap anak. Ketergantungan anak pada teknologi akan menyulitkan mereka berfikr kritis dalam memecahkan sebuah masalah secara mandiri.
Ketergantungan pada orang lain (pada orang tua) yang selalu memenuhi kebutuhan anak secara instan sehingga anak sulit untuk bisa mandiri. Kurangnya problem-solving sehingga tidak sabar dengan masalah yang membutuhkan waktu lama untuk di selesaikan.
Olehnya, saat ini yang dibutuhkan para generasi tersebut adalah membangun kemandirian, dimana kemandirian ini timbul dari setiap individu untuk di implementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Perlunya mengelola emosi dengan lebih baik dan pemahaman mengenai cara mengambil Keputusan yang tepat. Hal ini sangat dibutuhkan peran orang tua secara utuh untuk menhadapi tantangan tersebut.
Uraian tersebut menimbulkan istilah baru yang dinamakan Generasi Strawberry yang katanya mudah terpengaruh, sensisitif, dan kurang tangguh menghadapi tekanan dan tantangan. Adapun karaktersitik generasi ini adalah rentan stres, kurangnya ketahanan mental, sensitif terhadap krtikan dan tergantung pada teknologi.
Sebagaimana pandangan yang disampaikan oleh Prof. Rhenald Kasali Ph.D (Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI), dikatakan bahwa Generasi Strawberry memiliki gagasan kreatif, akan tetapi mudah menyerah dan gampang sakit hati.
Apalagi dalam dunia kerja tersebut akan kesulitan menghadapi tekanan, kesulitan berkomunikasi, dan kurangnya motivasi, sehingga generasi ini menjadi tantangan besar bagi perkembangan dan kemajuan perusahaan bahkan instansi pemeritahan.
Posting Komentar